Kayangan Api merupakan sumber api alam yang menyala sepanjang tahun dan terletak pada posisi yang sangat strategis yaitu dikelilingi oleh hutan-hutan yang dilindungi dan bebas dari pencemaran polusi. selain sumber api abadi di kahyangan api juga terdapat mata air yang konon dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit kulit. Anehnya air ini dari jauh berbau busuk tetapi setelah mendekat baunya itu hilang dan dari jauh air ini kelihatang seperti air mendidih tetapi kalau kita sudah mengambilnya maka air tersebut terasa dingin dan sejuk. Konon, menurut suatu cerita rakyat, keampuhan lokasi Kahyangan Api telah dirasakan semenjak pemerintah Maha Prabu Angling Dharma (Sri Aji Dharma) dari Malawapati, yang melatih para prajurit Malawapati di lokasi Kahyangan Api tersebut.
Bahkan, ada beberapa pusaka Malawapati yang ditempa di Kahyangan Api, termasuk pusaka-pusaka andalan Kerajaan Malawapati dan Kerajaan Bojonegoro pada zaman Hindu madya di masa silam. Meskipun benar tidaknya cerita tersebut belum diketahui secara pasti, Serat Astra Dharma yang saat ini tersimpan di salah satu museum terkenal di Belanda, dapat menjelaskan bahwa hal tersebut benar-benar nyata. Serat yang ditulis pada masa Raja Astra Dharma alias Prabu Purusangkana, ayah kandung Prabu Angling Dharma (putera Prabu Kijing Wahana, suami Dewi Pramesthi) yang legendaris tersebut. Apabila Serat Astra Dharma tersebut dapat dikembalikan ke Indonesia, dapat diketahui dengan pasti bagaimana silsilah raja-raja Malawapati, Yawastina, dan Mamenang yang bersumber dari satu asal yaitu Prabu Parikesit, raja Hastinapura dari India.
Bahkan, ada beberapa pusaka Malawapati yang ditempa di Kahyangan Api, termasuk pusaka-pusaka andalan Kerajaan Malawapati dan Kerajaan Bojonegoro pada zaman Hindu madya di masa silam. Meskipun benar tidaknya cerita tersebut belum diketahui secara pasti, Serat Astra Dharma yang saat ini tersimpan di salah satu museum terkenal di Belanda, dapat menjelaskan bahwa hal tersebut benar-benar nyata. Serat yang ditulis pada masa Raja Astra Dharma alias Prabu Purusangkana, ayah kandung Prabu Angling Dharma (putera Prabu Kijing Wahana, suami Dewi Pramesthi) yang legendaris tersebut. Apabila Serat Astra Dharma tersebut dapat dikembalikan ke Indonesia, dapat diketahui dengan pasti bagaimana silsilah raja-raja Malawapati, Yawastina, dan Mamenang yang bersumber dari satu asal yaitu Prabu Parikesit, raja Hastinapura dari India.
Gambar 2. Kayangan Api setelah dipugar
Kayangan api terletak di kawasan hutan di Desa Sendangharjo Kecamatan Ngasem Bojonegoro Jawa Timur. Sebuah desa yang memiliki kawasan hutan kurang lebih 42,29% dari luas desa. Tempat itu dapat ditempuh dengan jarak 25 Km dari arah kota Bojonegoro.
Sumber api tersebut masih dianggap keramat oleh masyarakat setempat. Api hanya boleh diambil pada saat-saat tertentu, seperti yang sudah-sudah, misalnya, upacara Jumenengan Ngarsodalem Hamengku Buwono X, untuk pembukaan Pekan Olahraga Nasional (PON) dan upacara-upacara yang dianggap sakral.
Menurut versi cerita lainnya, Kayangan Api adalah tempat bersemayamnya Mbah Kriyo Kusumo atau Empu Supa atau lebih dikenal dengan sebutan Mbah Pandhe berasal dari kerajaan Majapahit. Di sebelah barat sumber api terdapat kubangan lumpur yang berbau belerang dan menurut kepercayaan saat itu Mbah Kriyo Kusumo masih beraktivitas sebagai pembuat alat-alat pertanian dan pusaka seperti keris, tombak, cundrik dan lain-lain.
Sekitar 80 meter dari Kayangan api, terdapat sebuah kolam dengan air keruh menggelegak menyerupai air mendidih. Aroma belerang, tersebar begitu mendekat ke sumber air hangat ini. Masyarakat sekitar menamainya, sumber air blekuthuk. Uniknya, air ini tak akan terasa panas jika disentuh.
Gambar 3. Sumber Air Blekuthuk (sumber air mendidih tap dingin)
Menurut juru kunci Kayangan api, dulunya tempat ini merupakan tempat Empu Kriya Kusuma mencelupkan kerisnya yang telah selesai dipanaskan. Di samping itu, ada yang percaya bahwa air blekuthuk ini mempunyai khasiat menyembuhkan berbagai penyakit.
Sumber Api, oleh masyarakat sekitarnya masih ada yang menganggap keramat dan menurut cerita, api tersebut hanya boleh diambil jika ada upacara penting seperti yang telah dilakukan pada masa lalu, seperti upacara Jumenengan Ngarsodalem Hamengku Buwono X dan untuk mengambil api melalui suatu prasyarat yakni selamatan/wilujengan dan tayuban dengan menggunakan fending eling-eling, wani-wani dan gunungsari yang merupakan gending kesukaan Mbah Kriyo Kusumo. Oleh sebab itu ketika gending tersebut dialunkan dan ditarikan oleh waranggono tidak boleh ditemani oleh siapapun.
Kini Kayangan Api Bojonegoro tidak lagi seseram dulu, kini setelah banyak wisatawan yang datang mulai banyak perbaikan di objek wisata tersebut mulai dari sarana transportasi, tempat wisata dll. Dan sekarang Kayangan Api tidak hanya milik Bojonegoro saja tetapi telah menjadi milik bangsa Indonesia karena tempat wisata tersebut tidak hanya menarik perhatian wisatawan lokal tapi menarik wisatawan asing juga, karena sumber api ini terbesar di Asia Tenggara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar