A. Dalil-dalil yang menerangkan tentang mengisti'âdzhahi ketika bayi telah lahir
Al-Hâfizh an-Nawawî berkata dalam Raudhah al-Muhadditsîn: "Membaca isti'âdzah bagi Bayi yang baru dilahirkan hukumnya MUSTAHABB (disukai/ dicintai oleh Nabi SAW)".[1]
Adapun dalil-dalil yang menerangkan dan menjelaskan mustahabbnya membaca isti'âdzah ketika Bayi telah dilahirkan yaitu sebagaimana di bawah ini:
Allâh SWT. berfirman dalam Surat âli-'Imrân (3), Ayat: 36
فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّيْ وَضَعْتُهَا أُنْثَى وَاللهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالأُنْثَى وَإِنِّيْ سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّيْ أُعِيْذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ (٣٦)
36. Maka tatkala isteri 'Imrân melahirkan anaknya, dia (isteri 'Imrân) pun berkata: "Ya Tuhan (Allâh) ku, sesunguhnya aku (isteri 'Imrân) melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allâh lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku (isteri 'Imrân) telah menamai dia Maryam dan aku (isteri 'Imrân) memohon perlindungan untuknya (untuk Maryam) serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau (Allâh) dari Setan yang terkutuk".[2]
Al-Hâfizh al-Hâkim meriwayatkan dalam al-Mustadrak 'alâ ash-Shahîhaynya (No.Hadis: 4158):
أَخْبَرَنِيْ إِسْمَاعِيْلُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْفَضْلِ بْنِ مُحَمَّدٍ الشَّعْرَانِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا جَدِّيْ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُوْ ثَابِتٍ مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ الْمَدَائِنِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلُ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنْ يَزِيْدَ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ قُسَيْطٍ، عَنْ أَبِيْهِ، عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُّ وَلَدِ آدَمَ الشَّيْطَانُ نَائِلٌ مِنْهُ تِلْكَ الطَّعْنَةَ, وَلَهَا يَسْتَهِلُّ الْمَوْلُوْدُ صَارِخًا، إِلَّا مَا كَانَ مِنْ مَرْيَمَ وَابْنِهَا. فَإِنَّ أُمَّهَا حِيْنَ وَضَعَتْهَا يَعْنِيْ أُمَّهَا قَالَتْ: إِنِّيْ أُعِيْذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. فَضَرَبَ دُوْنَهَا الْحِجَابَ فَطَعَنَ فِيْهِ. فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُوْلٍ حَسَنٍ, وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا. وَهَلَكَتْ أُمُّهَا فَضَمَّتْهَا إِلَى خَالَتِهَا أُمِّ يَحْيَى.
قَالَ الْحَاكِمُ: هَذَا حَدِيْثٌ صَحِيْحُ الْإِسْنَادِ, وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ. فَوَافَقَهُ الذَّهَبِيْ.
"Ismâ'îl bin Muhammad bin al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ telah mengabarkan saya (mengabarkan al-Hâkim), dia (Ismâ'îl bin Muhammad bin al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ) berkata: "Kakekku (namanya yaitu: al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ) telah bercerita kepada kami (kepada Ismâ'îl bin Muhammad bin al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ), dia (al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ) berkata: "Abû Tsâbit Muhammad bin 'Ubaidillâh al-Madâinŷ telah bercerita kepada kami (kepada al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ), dia (Abû Tsâbit Muhammad bin 'Ubaidillâh al-Madâinŷ) berkata: "Ismâ'îl bin Ja'far telah bercerita kepada kami (kepada Abû Tsâbit Muhammad bin 'Ubaidillâh al-Madâinŷ), dari Yazîd bin 'Abdullâh bin Qusaith, dari bapaknya (namanya yaitu: 'Abdullâh bin Qusaith), dari Abû Hurayrah, dia (Abû Hurayrah) berkata: "Rasûlullâh SAW. bersabda: "Setiap anak-cucu (Nabi) Âdam (ketika dilahirkan) ditusuk-tusuk Setan, (karena tusukan Setan tersebut) Bayi (tersebut menangis) sambil berteriak dengan keras; kecuali Maryam dan anaknya (yaitu: Nabi 'Îsâ). Karena sesungguhnya Ibunya (Ibunya Maryam) ketika telah melahirkannya (telah melahirkan Maryam) Ibunya (Ibunya Maryam) berkata: "Sesungguhnya saya (Ibunya Maryam) memohon perlindungan untuknya (untuk Maryam) serta anak-anak keturunannya (anak-anak keturunan Maryam) kepada (pemeliharaan) Engkau (Allâh) dari Setan yang terkutuk. Maka Setan mengganggu pada anggota tubuh lain yang tidak terhijab, kemudian Setan menusuk-nusuk bagian tubuh tersebut. Maka Allâh SWT. mengabulkan doa Ibu Maryam. Kemudian Ibu Maryam mendidik dan mengasuh Maryam hingga tumbuh dewasa dan menjadi wanita yang shâlehah (baik). Ketika Ibu Maryam wafat, Maryam dititipkan ke Bibinya yaitu: Ummu Yahyâ".
"Al-Hâfizh al-Hâkim berkata: "Hadis ini sanadnya shahîh, (akan tetapi) al-Hâfizh al-Bukhârî dan Muslim tidak meriwayatkan sebagaimana periwayatan al-Hâfizh al-Hâkim. Dan disetujui oleh al-Hâfizh adz-Dzahabî".{HR. Al-Hâkim dalam al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhaynnya (No. Hadis: 1015). Al-Bayhaqî dalam as-Sunan al-Kubrânya (No. Hadis: 12485). Ibnu Jarîr dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (5/339). Dan al-Mizzî dalam Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ ar-Rijâlnya (No. 7051 atau 32/177)}.[3]
Al-Imâm al-Hâfizh Bukhârî meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (No. Hadis: 3120):
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِيْ شَيْبَةَ, قَالَ: حَدَّثَنَا جَرِيْرٌ, عَنْ مَنْصُوْرٍ, عَنِ الْمِنْهَالِ, عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ, عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا, قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَوِّذُ الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ. وَيَقُوْلُ: إِنَّ أَبَاكُمَا كَانَ يُعَوِّذُ بِهَا إِسْمَاعِيْلَ وَإِسْحَاقَ أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ.
"'Utsmân bin Abî Syaibah telah bercerita kepada kami (kepada al-Bukhârî), dia ('Utsmân bin Abî Syaibah) berkata: "Jarîr telah bercerita kepada kami (kepada 'Utsmân bin Abî Syaibah), dari Manshûr, dari al-Minhâl, dari Sa'îd bin Jubair, dari 'Abdullâh bin 'Abbâs, dia ('Abdullâh bin 'Abbâs) berkata: "Dahulukala Nabi SAW. pernah mengisti'adzahi Hasan dan Husain (cucu Nabi SAW). Kemudian beliau SAW. bersabda: "Sesungguhnya bapak/ moyang kalian berdua (yaitu Nabi Ibrâhîm) dahulukala pernah mengisti'adzahi (Nabi) Ismâ'îl dan (Nabi) Ishâq (dengan doa): "A'ûdzu bi Kalimâtillâhittammâti min Kulli Syaithânin wa Hâmmah, wa Min Kulli 'Ainin Lâmmah". {HR. Bukhârî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (No. Hadis: 3120). At-Tirmidzî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzînya (No. Hadis: 1986). Abû Dâwud dalam Sunan Abî Dâwudnya (No. Hadis: 4112). An-Nasâ-î dalam as-Sunan al-Kubrânya (No. Hadis: 7679 dan 10778). Ahmad bin Hanbal dalam Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbalnya (No. Hadis: 2308). Al-Hâkim dalamal-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhaynnya (No. Hadis: 4781 dan 8282). Ath-Thabrânîdalam al-Mu’jam al-Awsathnya (No. Hadis: 2275, 4793, 4899, dan 9183). Al-Bayhaqî dalam al-Asmâ wa ash-Shifâtnya (No. Hadis: 401). Al-Bazzâr dalam Musnad al-Bazzâr al-Mansyûrnya (No. Hadis: 5099). Ibnu Abî Syaibah dalam al-Kitâb al-Mushannaf fî al-Ahâdîts wa al-Âtsârnya (No. Hadis: 23577, 29497, dan 29498). Ath-Thahhâwî dalam Syarh Musykil al-Âtsârnya (No. Hadis: 2885). Ibnu Baththah dalamal-Ibânah al-Kubrânya (No. Hadis: 30). Ibnu 'Asâkir dalam Mu'jam asy-Syuyûkhnya (No. Hadis: 408). Al-Baghawî dalam Syarh as-Sunnahnya (No. Hadis: 1417). Dan Ibnu as-Sunnî dalam 'Amal al-Yaum wa al-Laylah Sulûk an-Nabî ma'a Rabbihi 'Azza wa Jalla wa Mu'âsyaratihi ma'a al-'Ibâdnya (No. Hadis: 634)}
PENJELASAN DAN KESIMPULAN:
Sebagaimana pendapat al-Hâfizh an-Nawawî di atas, mengisti'âdzahi Bayi ketika telah lahir adalah perkara yang mustahabb (disukai/ dicintai Nabi SAW); sebagaimana yang terkandung dalam Surat âli-'Imrân (3), Ayat: 36 dan Hadîts Shahîh yang diriwayatkan oleh al-Hâfizh al-Hâkim dan yang lainnya.
Bayi yang baru saja dilahirkan dianjurkan untuk segera diisti'âdzahi, agar Bayi tersebut terlindung dari godaan dan gangguan Setan yang terkutuk; sebagaimana isteri 'Imrân yang mengisti'âdzahi puterinya Maryam, Nabi Ibrâhîm yang mengisti'âdzahi kedua puteranya yaitu: Nabi Ismâ'îl dan Nabi Ishâq, serta sebagaimana Nabi Muhammad yang mengisti'âdzahi kedua cucunya yaitu: Hasan dan Husain.
B. Dha'îf (lemah) dan mawdhû' (palsu) nya Hadis-hadis mengenai mengadzani dan mengiqomati bayi ketika telah lahir
Al-Hâfizh at-Tirmidzî meriwayatkan dalam al-Jâmi' ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzînya (No. Hadis: 1436):
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ, قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيْدٍ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ, قَالَا: أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ, عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ, عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ أَبِيْ رَافِعٍ, عَنْ أَبِيْهِ, قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِيْ أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِيْنَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ.
قَالَ أَبُوْ عِيْسَى: هَذَا حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ.
"Muhammad bin Basysyâr telah bercerita kepada kami (kepada at-Tirmidzî), dia (Muhammad bin Basysyâr) berkata: "Yahyâ bin Sa'îd dan 'Abdurrahmân bin Mahdŷ telah bercerita kepada kami (kepada Muhammad bin Basysyâr), mereka berdua (Yahyâ bin Sa'îd dan 'Abdurrahmân bin Mahdŷ) berkata: "Sufyân ats-Tsaurŷ telah mengabarkan kami (mengabarkan Yahyâ bin Sa'îd dan 'Abdurrahmân bin Mahdŷ), dari 'Âshim bin 'Ubaidillâh, dari 'Ubaidillâh bin Abî Râfi', dari bapaknya (namanya yaitu: Aslam Maulâ Rasûlullâh), dia (Aslam Maulâ Rasûlullâh) berkata: "Saya (Aslam Maulâ Rasûlullâh) telah melihat Rasûlullâh SAW. adzan shalat di Telinga Hasan bin 'Alî bin Abî Thâlib ketika Fâthimah telah melahirkannya (ketika Fâthimah telah melahirkan anaknya yaitu: Hasan)".
"Al-Hâfizh Abû 'Îsâ (at-Tirmidzî) berkata: "Hadis ini berkualitas hasan shahîh". {HR.At-Tirmidzî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzînya (No. Hadis: 1436).Abû Dâwud dalam Sunan Abî Dâwudnya (No. Hadis: 4441). Ahmad bin Hanbal dalam Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbalnya (No. Hadis: 22749, 25933, dan 25939). Al-Hâkim dalam al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhaynnya (No. Hadis: 4827).Ath-Thabrânî dalam al-Mu’jam al-Kabîrnya (No. Hadis: 931 dan 2578). Al-Bayhaqî dalam as-Sunan al-Kubrânya (No. Hadis: 19303). 'Abdurrazzâq dalam al-Mushannafnya (No. Hadis: 7986). Al-Bazzâr dalam Musnad al-Bazzâr al-Mansyûrnya (No. Hadis: 3879). Dan ar-Rûyân dalam Musnad ar-Rûyânînya (No. Hadis: 682)}.[4]
Al-Hâfizh Abû Ya'lâ meriwayatkan dalam Musnad Abî Ya'lânya (No. Hadis: 6780):
حَدَّثَنَا جُبَارَةُ, قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ الْعَلَاءِ، عَنْ مَرْوَانِ بْنِ سَالِمٍ، عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ، عَنْ حُسَيْنٍ, قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ وُلِدَ لَهُ فَأَذَّنَ فِيْ أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ فِيْ أُذُنِهِ الْيُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ.
"Jubârah bin al-Mughallis telah bercerita kepada kami (kepada Abû Ya'lâ), dia (Jubârah bin al-Mughallis) berkata: "Yahyâ bin al-'Allâ telah bercerita kepada kami (kepada Jubârah bin al-Mughallis), dari Marwân bin Sâlim, dari Thalhah bin 'Ubaidillâh, dari Husain bin 'Alî bin Abî Thâlib, dia (Husain bin 'Alî bin Abî Thâlib) berkata: "Rasûlullâh SAW. bersabda: "Barangsiapa yang melahirkan seorang Bayi kemudian ia mengadzani (Bayi tersebut) di Telinga kanannya dan mengiqomati di Telinga kirinya, maka Ummu ash-Shibyân (Jin perempuan) tidak akan memudhorotkannya (membahayakan/ mengganggu Bayi tersebut)". {HR. Abû Ya'lâdalam Musnad Abî Ya'lânya (No. Hadis: 6780). Dan Ibnu as-Sunnî dalam 'Amal al-Yaum wa al-Laylah Sulûk an-Nabî ma'a Rabbihi 'Azza wa Jalla wa Mu'âsyaratihi ma'a al-'Ibâdnya (No. Hadis: 623)}.[5]
Imâm al-Baghawî meriwayatkan dalam Syarh as-Sunnahnya (No. Hadis: 2822):
رُوِيَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ عَبْدِ الْعَزِيْزِ كَانَ يُؤَذِّنُ فِي الْيُمْنَى وَيُقِيْمُ فِي الْيُسْرَى, إِذَا وُلِدَ الصَّبِيُّ.
"Diriwayatkan bahwasannya apabila lahir seorang Bayi, 'Umar bin 'Abdul 'Azîz adzan di Telinga kanan dan iqamah di Telinga kiri". {HR. al-Baghawî dalam Syarh as-Sunnahnya (No. Hadis: 2822)}.[6]
PENJELASAN DAN KESIMPULAN:
Adapun perkataan al-Hâfizh at-Tirmidzî yang menyatakan bahwa Hadis yang ia (al-Hâfizh at-Tirmidzî) riwayatkan berkualitas hasan shahîh adalah keliru (salah). Al-Hâfizh adz-Dzahabî membantah pernyataan hasan shahîh al-Hâfizh at-Tirmidzî dalamat-Ta'lîq min Talkhîsh adz-Dzahabî (No. Hadis: 4827) seraya berkata: "'Âshim bin 'Ubaidillâh bin 'Âshim adalah perawi yang dha'îf (lemah)"[7]. Juga dibantah oleh al-Hâfizh Ibnu Qaŷim al-Jauziŷah dalam al-Insyirâh fî Adâb an-Nikâh, Zâd al-Ma'âd fî Hadyî Khair al-'Ibâdnya (Juz. 4, Bagian Kedua, halaman: 124 - 126) seraya berkata:"Hal itu adalah keanehan dari seorang al-Hâfizh al-Muhaddits sekaliber at-Tirmidzî, karena 'Âshim bin 'Ubaidillâh bin 'Âshim kelemahannya (ke-dha'îf-annya) masyhûr (sangat populer). Dan al-Hâfizh Mâlik bin Anas bersikap keras terhadap 'Âshim bin 'Ubaidillâh bin 'Âshim ".[8]
Oleh karena itu, sebagaimana penjelasan dari al-Hâfizh adz-Dzahabî dan al-HâfizhIbnu Qaŷim al-Jauziŷah, beserta keterangan dari para Huffâzh dan Muhadditsînmengenai ihwal para perawi dan kualitas ketiga Hadis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ketiga Hadis yang menerangkan mengenai mengadzani dan mengiqamati Bayi ketika telah lahir adalah Hadîts Maudhû' (palsu) dan Dha'îf (lemah), serta tidak dapat dijadikan huĵah (pedoman/ landasan) dalam Syara' Islâm.
[1] Sumber: "Muraqâh al-Mafâtîh Syarh Misykâh al-Mashâbîh", karya: al-Mulâ 'Alî al-Qârî (No.Hadis: 4157).
[2] Surat âli-'Imrân (3), Ayat: 36.
[3] Hadis riwayat al-Hâfizh al-Hâkim di atas berkualitas shahîh, karena semua perawinyatsiqqah (kredibel ke-‘âdl-an dan ke-dhabith-annya). Hadis riwayat al-Hâfizh al-Hâkim ini di-shahîh-kan oleh: al-Hâfizh adz-Dzahabî dalam at-Ta'lîq min Talkhîsh adz-Dzahabî (No. Hadis: 4158). Danal-Hâfizh al-Hâkim dalam al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhaynnya (No. Hadis: 4158).
Hadis riwayat al-Hâfizh al-Hâkim di atas memiliki syawâhid (penguat-penguat) yang diriwayatkan oleh: al-Hâfizh al-Bukhârî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (No. Hadis: 3044, 3177, dan 4184). Muslim dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslimnya (No. Hadis: 4363, 4364, dan 4365). Ahmad bin Hanbal dalam Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbalnya (No. Hadis: 6885, 7383, 7574, 7906, 8459, dan 10355). Ibnu Hibbân dalam Shahîh Ibn Hibbân bi Tartîb Ibn Balbân (No. Hadis: 6234 dan 6235). Ath-Thabrânî dalam al-Mu’jam al-Awsathnya (No. Hadis: 6784). Ibnu Abî Syaibah dalam al-Kitâb al-Mushannaf fî al-Ahâdîts wa al-Âtsârnya (No. Hadis: 31496). Abû Ya'lâdalam Musnad Abî Ya'lânya (No. Hadis: 5971). Al-Humaidî dalam Musnad al-Humaidînya (No. Hadis: 1072).
[4] Hadis riwayat at-Tirmidzî di atas berkualitas dha'îf (lemah) dan munkar, karena ada salah seorang perawi yang bernama: "'ÂSHIM BIN 'UBAIDILLÂH BIN 'ÂSHIM" yang dinilai dha'îf (lemah) dan munkar oleh: al-Hâfizh Sufyân bin 'Uyaynah berkata: "Karena keburukan 'Âshim bin 'Ubaidillâh bin 'Âshim, maka Hadisnya menjadi jatuh (cacat)". Al-Hâfizh Ibnu Mahdî berkata: "Saya (al-Hâfizh Ibnu Mahdî) sangat mengingkari Hadis 'Âshim bin 'Ubaidillâh bin 'Âshim". Al-Hâfizh Yahyâ bin Ma'în berkata: "Hadisnya 'Âshim bin 'Ubaidillâh bin 'Âshim lemah (dha'îf) dan tidak dapat dijadikan huĵah (pedoman/ landasan)". Al-Hâfizh al-Bukhârî dan al-Hâfizh Abû Hâtim ar-Râzî berkata:"Hadisnya 'Âshim bin 'Ubaidillâh bin 'Âshim munkar". Al-Hâfizh Muhammad bin Sa'd berkata:"Hadisnya 'Âshim bin 'Ubaidillâh bin 'Âshim tidak dibutuhkan". Al-Hâfizh al-Bazzâr dan al-HâfizhIbnu Hajar al-'Asqalânî berkata: "Hadisnya 'Âshim bin 'Ubaidillâh bin 'Âshim lemah (dha'îf)". Al-Hâfizh Ibnu Hibbân berkata: "'Âshim bin 'Ubaidillâh bin 'Âshim hafalannya buruk, banyak cacat, oleh karena itu maka tinggalkanlah Hadis-hadis 'Âshim bin 'Ubaidillâh bin 'Âshim". {Sumber:"Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ ar-Rijâl", karya: al-Hâfizh al-Mizzî: (No. 3014)}. Serta {Sumber:"Tahdzîb at-Tahdzîb", karya: al-Hâfizh Ibnu Hajar al-'Asqalânî: (5/48)}.
Hadis riwayat at-Tirmidzî di atas di-dha'îf-kan oleh: al-Hâfizh adz-Dzahabî dalam at-Ta'lîq min Talkhîsh adz-Dzahabî (No. Hadis: 4827). Al-Hâfizh Ibnu Taymiŷah dalam al-Kalam ath-Thaŷîbnya (No: 211). Al-Hâfizh Ibnu Qaŷim al-Jauziŷah dalam al-Insyirâh fî Adâb an-Nikâh, Zâd al-Ma'âd fî Hadyî Khair al-'Ibâdnya (Juz. 4, Bagian Kedua, halaman: 124 - 126). Dan dinilai mawdhû'(palsu) oleh: al-Hâfizh Muhammad Nâshiruddîn al-Albânî dalam Silsilah al-Ahâdîts adh-Dha'îfah wa al-Mawdhû'ah wa Atsaruhâ as-Saŷi-u fî al-Ummahnya (No: 6121).
[5] Hadis riwayat Abû Ya'lâ di atas berkualitas mawdhû' (palsu), karena ada 3 orang perawi yang bernama: "JUBÂRAH BIN AL-MUGHALLIS", "YAHYÂ BIN AL-'ALÂ", serta "MARWÂN BIN SÂLIM AL-GHIFFÂRŶ ASY-SYÂMŶ" yang dinilai sebagai Pemalsu dan Pendusta Hadis oleh: al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal berkata: "Hadisnya Jubârah bin al-Mughallis palsu (mawdhû'), ia (Jubârah bin al-Mughallis) adalah seorang pendusta (Kadzdzâb)". Al-Hâfizh al-Bukhârî berkata: "HadisnyaJubârah bin al-Mughallis mudhtharib (guncang)". Al-Hâfizh Abû Hâtim ar-Râzî berkata: "HadisnyaJubârah bin al-Mughallis hancur (karena penuh 'illat)". Al-Hâfizh Muhammad bin Sa'd, al-HâfizhIbnu Hajar al-'Asqalânî, dan al-Hâfizh adz-Dzahabî berkata: "Hadisnya Jubârah bin al-Mughallislemah (dha'îf)". Al-Hâfizh Abû Dâwud berkata: "Hadisnya Jubârah bin al-Mughallis munkar". Al-Hâfizh ad-Dâruquthnî berkata: "Jubârah bin al-Mughallis matrûk (tertuduh berdusta)". Al-HâfizhIbnu Hibbân berkata: "Jubârah bin al-Mughallis suka memaqlûbkan (membolak-balikkan) sanad Hadis, memarfû'kan Hadis-hadis Mursal, bahkan lebih dari itu Hadisnya Jubârah bin al-Mughallisbâthil (sesat)". Al-Hâfizh Ibnu Numair berkata: "Jubârah bin al-Mughallis suka memalsukan Hadis". {Sumber: "Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ ar-Rijâl", karya: al-Hâfizh al-Mizzî: (No. 891)}. Serta {Sumber: "Tahdzîb at-Tahdzîb", karya: al-Hâfizh Ibnu Hajar al-'Asqalânî: (2/58)}.
Al-Hâfizh Wakî' bin al-Jarâh dan al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal berkata: "Yahyâ bin al-'Alâseorang pendusta dan pemalsu Hadis". Al-Hâfizh al-Bukhârî, al-Hâfizh 'Amrû bin al-Fallâs, al-Hâfizhan-Nasâî, dan al-Hâfizh ad-Dâruquthnî berkata: "Yahyâ bin al-'Alâ matrûk (tertuduh dusta)". Al-Hâfizh Abû Zar'ah ar-Râzî, dan al-Hâfizh Abû Dâwud berkata: "Hadisnya Yahyâ bin al-'Alâ lemah (dha'îf)". Al-Hâfizh Ibnu Hajar al-'Asqalânî berkata: "Yahyâ bin al-'Alâ dituduh memalsukan Hadis".Al-Hâfizh adz-Dzahabî berkata: "Tinggalkan Yahyâ bin al-'Alâ". {Sumber: "Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ ar-Rijâl", karya: al-Hâfizh al-Mizzî: (No. 6895)}. Serta {Sumber: "Tahdzîb at-Tahdzîb", karya:al-Hâfizh Ibnu Hajar al-'Asqalânî: (11/262)}.
Al-Hâfizh Ahmad bin Hanbal dan al-Hâfizh an-Nasâî berkata: "Marwân bin Sâlim al-Ghiffârŷ asy-Syâmŷ tidak tsiqqah (tidak kredibel ke-'adl-an dan ke-dhabith-annya)". Al-Hâfizh al-Bukhârî, al-Hâfizh Muslim bin al-Haĵâj, al-Hâfizh Abû Nu'aim al-Ashbahânî, al-'Uqaylî, dan al-Baghawî berkata: "Hadisnya Marwân bin Sâlim al-Ghiffârŷ asy-Syâmŷ munkar". Al-Hâfizh Murroh,al-Hâfizh an-Nasâî, al-Hâfizh ad-Dâruquthnî, dan al-Hâfizh Ibnu Hajar al-'Asqalânî berkata:"Marwân bin Sâlim al-Ghiffârŷ asy-Syâmŷ matrûk (tertuduh berdusta)". Al-Hâfizh as-Sâjî berkata:"Marwân bin Sâlim al-Ghiffârŷ asy-Syâmŷ seorang pendusta dan pemalsu Hadis". Al-Hâfizh Ibnu Hibbân berkata: "Marwân bin Sâlim al-Ghiffârŷ asy-Syâmŷ suka meriwayatkan Hadis-hadis Munkar, dan tidak sah/ tidak diterima berhuĵah dengan Hadis-hadis Marwân bin Sâlim al-Ghiffârŷ asy-Syâmŷ". {Sumber: "Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ ar-Rijâl", karya: al-Hâfizh al-Mizzî: (No. 5873)}. Serta {Sumber: "Tahdzîb at-Tahdzîb", karya: al-Hâfizh Ibnu Hajar al-'Asqalânî: (10/93)}.
Hadis riwayat Abû Ya'lâ di atas dinilai mawdhû' (palsu) oleh: al-Hâfizh Ibnu Taymiŷah dalamal-Kalam ath-Thaŷîbnya (No: 212). Al-Hâfizh Ibnu Qaŷim al-Jauziŷah dalam al-Insyirâh fî Adâb an-Nikâh, Zâd al-Ma'âd fî Hadyî Khair al-'Ibâdnya (Juz. 4, Bagian Kedua, halaman: 124 - 126). Dan al-Hâfizh Muhammad Nâshiruddîn al-Albânî dalam Silsilah al-Ahâdîts adh-Dha'îfah wa al-Mawdhû'ah wa Atsaruhâ as-Saŷi-u fî al-Ummahnya (No: 321).
[6] Hadis riwayat al-Baghawî di atas berkualitas mawdhû' (palsu), karena tidak memiliki Sanad Hadîts; al-Hâfizh Ibnu Hajar al-'Asqalânî berkata: "Atsar 'Umar bin 'Abdul 'Azîz (riwayat al-Baghawî) di atas tidak memiliki Sanad Hadis (palsu)". {Sumber: "Tuhfah al-Ahwadzî bi Syarh Jâmi' at-Tirmidzî", karya: al-Hâfizh al-Mubârakfûrî: (No. Hadis: 1436)}.
[7] Sumber: "at-Ta'lîq min Talkhîsh adz-Dzahabî", (No. Hadis: 4827).
[8] Sumber: "al-Insyirâh fî Adâb an-Nikâh, Zâd al-Ma'âd fî Hadyî Khair al-'Ibâd", karya:al-Hâfizh Ibnu Qaŷim al-Jauziŷah (Juz. 4, Bagian Kedua, halaman: 124 - 126).
Penulis: Jati Sarwo Edi
Penulis: Jati Sarwo Edi
terima kasih admin.
BalasHapussilakan kunjungi blog saya http://dimaskung.blogspot.com :)