MALANG – Rektor
Universitas Brawijaya (UB) yang akan menggantikan Prof. Dr. Ir. Yogi Sugito,
harus menyiapkan tenaga ekstra untuk menyelesaikan masalah-masalah di kampus
itu. Beberapa di antara problem tersebut diangkat dalam kegiatan dialog publik yang
diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Koordinator Komisariat
Brawijaya. Kegiatan yang dilaksanakan di kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah
(PDM) ini mengangkat tema ‘Wajah Baru Pendidikan Universitas Brawijaya’.
“Dialog publik
ini adalah inisiatif pengurus IMM untuk menyambut pimpinan baru yang akan
menahkodai arah pendidikan di UB dan menjawab permasalahan kami dengan
bijaksana. Meski, yang dapat kami diskusikan saat ini hanya sebagian kecil dari
banyak masalah lainnya,” tutur Ketua Korkom IMM Brawijaya, Hikmawan.
Berbagai problem
yang disebutkan Hikmawan, di antaranya mengenai isu komersialisasi pendidikan,
SPP proporsional yang tidak tepat sasaran, banyaknya kuota mahasiswa baru yang
tidak diimbangi dengan fasilitas memadai, serta fasilitas mahasiswa lainnya seperti
laboratorium serta lahan parkir yang semrawut.
Untuk mendiskusikan
hal tersebut, panitia menghadirkan Bambang Suharto MS, Rektor I UB, Prof
Dr Ir. Muhammad Bisri MS, Dekan Fakultas Teknik UB, serta Dr.
Ifar Subagiyo. M. Agr. St, Kepala International Office UB sebagai pembicara.
Sedangkan Prof Dr Chandra Fajri, Head of European Cooperation Commission, Prof
Dr Ir Bambang Guritno, Rektor UB 2002-2006, dan Prof Ir M Iksan Semao, Guru
Besar FP, didapuk sebagai panelis yang melemparkan wacana tandingan terhadap
para pembicara.
Berlangsung hangat
dan gayeng, pembicara memaparkan problem ke hadapan forumdisertai langkah
yang akan diambil. “Ada usulan terkait lahan parkir, untuk merelokasi ke depan
rektorat dan tanah bekas Polinema. Tapi solusi itu akan menyebabkan kemacetan
lagi. Untuk itu kita akan membangun lahan parkir lain di sekeliling kampus,”
tutur Bambang Suharto.
Sedangkan tentang
masalah akademik, Bambang mengungkapkan, Angka Efisiensi Edukasi (AEE) UB masih
tergolong rendah, yakni 11 persen. Hal ini, lanjut Bambang, salah satu
penyebabnya adalah dari fasilitas yang kurang hingga mahasiswa harus kesulitan
untuk melakukan penelitian.
“Ini juga dampak
dari anggaran pemerintah untuk perguruan tinggi yang terlalu
kecil. Labeksak, misalnya, bahan kimia sangat kurang sehingga banyak tugas
akhir yang belum terhandle,” ujarnya. (ily/nda)
Sumber
malang-post.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar